Minggu, 19 Januari 2020

AWAN MENDUNG


Gundukan tanah yang menyimpan banyak kisah. Tempat yang selalu aku kunjungi minimal satu minggu sekali. Banyak kenangan indah yang tersimpan di sana. Aku dulu belum mengerti mengenai arti dari gundukan tanah tersebut. Gundukan tanah yang sekarang menjadi tempat bersemayam orang yang ku cintai. Gundukan tanah yang menjadi tempat paling ingin aku kunjungi. Tempat dimana aku menumpahkan semua rasa rinduku padanya. Seseorang yang sudah tak dapat aku temui di alam nyata. Karena dia sudah meninggalkanaku tanpa tau kapan akan mengunjungiku kembali.
Aku bukanlah gadis tangguh sebagaimana yang terlihat. Terdapat banyak luka yang harus aku simpan sendiri, lebih tepatnya dengan sang Illahi. Enam tahun silam Tuhan berkehendak lain. Aku yang seharusnya masih bersama dengan orang yang ku cintai, Tuhan telah memanggil seseorang tersebut. Enam tahun ku lalui hari-hariku dengan tawa palsu. Aku harus kuat. Aku sudah berjanji dengan dia jika aku bukanlah gadis cengeng yang manja.
Enam tahun silam tepatnya sebelum aku lulus sekolah dasar, aku sudah menjadi seorang piatu. Sementara teman-temanku masih mendapat kasih sayang seorang Ibu, aku bahkan sudah tak dapat lagi melihat wujud aslinya. Waktu itu aku belum mengerti arti dari sebuah kehilangan. Aku masih merasa biasa ketika ibu sudah meninggalkanku. Namun lambat laun aku menyadari bahwa ibuku telah pergi meninggalkan aku dan semua keluargaku. Dan aku baru menyadari jika rasa sesal akan hadir jika kita sudah kehilangan seseorang yang kita cinta benar-benar sudah pergi meninggalkan kita dan tak akan pernah kembali.
Tak bisa aku pungkiri, rasa iri pada teman-teman memang terkadang hadir dalam benak hati. Namun aku sesegera mungkin menyadari jika semua telah menjadi takdir Illahi. Aku tau manusia hanya bisa berencana tanpa mengetahui bagaimana takdir Tuhan yang telah digariskan pada makhluk-Nya. Tak ada yang spesial dalam hidupku setelah kepergiannya. Waktu itu aku merasa sudah tak memiliki arah tujuan hidup lagi.
Aku sudah tak memiliki alasan untuk membahagiakan siapapun. Ibu sudah bahagia di Surga, tinggal ayah dan ketiga saudaraku. Ketiga saudaraku sudah berkeluarga. Tinggallah aku dan ayah. Sungguh tak pernah terbayang dalam hidupku akan memiliki ibu tiri. Tuhan maha berkehendak, kalaupun aku tak pernah menginginkan hal itu terjadi. Namun apalah dayaku, semakin aku menolak semakin sakit pula perasaanku. Terkadang aku berfikir untuk apa aku menyalahkan keadaan jika kenyataannya memang seperti ini, ku rasa berdamai dengan keadaan akan lebih baik. Tapi itu bukanlah hal yang mudah tentunya.
Ku lalui hari-hariku seperti biasa, tak terasa aku sudah kelas 12. Sebentar lagi aku akan tamat SMA dan melanjutkan ke perguruan tinggi. Aku bermusyawarah dengan ayahku mengenai anganku yang ingin melanjutkan studi di perguruan tinggi. Ayah tak mengizinkanku untuk melanjutkan studi. Saat itu aku benar-benar tak sanggup dengan keputusan Ayah. Seolah beliau sudah mematahkan harapanku. Aku meminta tolong pada kakakku untuk membujuk ayah agar menyetujui keinginanku. Kakakku berusaha semaksimal mungkin untuk membujuk rayu ayahku agar mengizinkanku untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi. Ayahku luluh dengan bujukan tersebut. Aku diizinkan untuk melanjutkan ke dunia perkuliahan.
Masa SMA ku telah usai. Tentunya sudah tidak bersama dengan ibuku tercinta. Undangan wisuda untuk wali murid sudah diberikan. Aku meminta ayah untuk menghadiri acara wisudaku, namun alih-alih mendapat persetujuan, undangan tersebut malah dilimpahkan pada kakakku yang pertama untuk menghadiri. Tepat saat wisuda ayah benar-benar tak hadir. Satu-satunya orang tua kandungku yang sangat aku harapkan kehadirannya namun tak memeperdulikan hal tersebut. Aku seketika itu teringat pada ibu. Aku berandai-andai, seandainya ibu masih hidup di dunia ini pasi beliaulah yang akan menghadirinya. Hahaha….. tentu itu hanyalah pengandaian palsu, karena aku juga menyadari jika ibu tak akan mungkin lagi kembali ke dunia ini. Justru akulah yang dapat menyusulnya kesana.
Momen wisuda telah usai. Aku melanjutkan studi di perguruan tinggi yang sesuai dengan permintaan keluargaku. Aku awalnya tak terima, namun lambat laun aku berjanji pada diriku untuk lagi-lagi berdamai dengan keadaan. “Baiklah, aku akan menerima kenyataan ini. Jika aku memang ditakdirkan untuk disini pasti Tuhan telah menyiapkan sesuatu yang indah setelahnya”, ujarku pada diriku sendiri. Hari-hariku berjalan dengan damai, walau terkadang terdapat luka yang harus aku simpan rapat-rapat agar tak seorangpun mengetahui. Namun, sekuat apapun diriku. Aku tak mampu menyimpan luka itu sendiri. Minimal ada seseorang yang harus mendengarkan ceritaku, setidaknya aku sedikit merasa lega dan melepas satu beban dalam hidupku.
Kisahku telah usai, pesanku “Tolong hormati selagi masih ada, hargai selagi masih bersapa, sayangi dan cintai selagi masih bernyawa, dan lakukan hal baik lain yang tak melukai hatinya.”Kalaupun belum bisa membuatnya bahagia setidaknya jangan buat dia mengeluarkan air mata hanya karena kita yang membuatnya terluka. Sebelum rasa sesal itu hadir dan semuanya sia-sia karena sudah tak ada lagi yang dapat diperbaiki.
Aku Zakiya, gadis 19 tahun yang sejak kecil sudah ditinggal oleh ibunya. Kini aku masih mencoba untuk mengikhlaskannya, walau terkadang masih terbesit rasa tak terima dalam hati. Aku harus mengikhlaskannya, semoga Ibu selalu bahagia di Surga-Nya. Semoga aku selalu menjadi putri kebangaanmu Ibu. I Love You.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AWAN MENDUNG

Gundukan tanah yang menyimpan banyak kisah. Tempat yang selalu aku kunjungi minimal satu minggu sekali. Banyak kenangan indah yang tersi...