Gundukan tanah yang menyimpan
banyak kisah. Tempat yang selalu aku kunjungi minimal satu minggu sekali.
Banyak kenangan indah yang tersimpan di sana. Aku dulu belum mengerti mengenai
arti dari gundukan tanah tersebut. Gundukan tanah yang sekarang menjadi tempat
bersemayam orang yang ku cintai. Gundukan tanah yang menjadi tempat paling
ingin aku kunjungi. Tempat dimana aku menumpahkan semua rasa rinduku padanya.
Seseorang yang sudah tak dapat aku temui di alam nyata. Karena dia sudah
meninggalkanaku tanpa tau kapan akan mengunjungiku kembali.
Aku bukanlah gadis tangguh
sebagaimana yang terlihat. Terdapat banyak luka yang harus aku simpan sendiri,
lebih tepatnya dengan sang Illahi. Enam tahun silam Tuhan berkehendak lain. Aku
yang seharusnya masih bersama dengan orang yang ku cintai, Tuhan telah
memanggil seseorang tersebut. Enam tahun ku lalui hari-hariku dengan tawa
palsu. Aku harus kuat. Aku sudah berjanji dengan dia jika aku bukanlah gadis
cengeng yang manja.
Enam tahun silam tepatnya sebelum
aku lulus sekolah dasar, aku sudah menjadi seorang piatu. Sementara teman-temanku
masih mendapat kasih sayang seorang Ibu, aku bahkan sudah tak dapat lagi
melihat wujud aslinya. Waktu itu aku belum mengerti arti dari sebuah
kehilangan. Aku masih merasa biasa ketika ibu sudah meninggalkanku. Namun
lambat laun aku menyadari bahwa ibuku telah pergi meninggalkan aku dan semua
keluargaku. Dan aku baru menyadari jika rasa sesal akan hadir jika kita sudah
kehilangan seseorang yang kita cinta benar-benar sudah pergi meninggalkan kita
dan tak akan pernah kembali.
Tak bisa aku pungkiri, rasa iri pada
teman-teman memang terkadang hadir dalam benak hati. Namun aku sesegera mungkin
menyadari jika semua telah menjadi takdir Illahi. Aku tau manusia hanya bisa
berencana tanpa mengetahui bagaimana takdir Tuhan yang telah digariskan pada
makhluk-Nya. Tak ada yang spesial dalam hidupku setelah kepergiannya. Waktu itu
aku merasa sudah tak memiliki arah tujuan hidup lagi.
Aku sudah tak memiliki alasan untuk
membahagiakan siapapun. Ibu sudah bahagia di Surga, tinggal ayah dan ketiga
saudaraku. Ketiga saudaraku sudah berkeluarga. Tinggallah aku dan ayah. Sungguh
tak pernah terbayang dalam hidupku akan memiliki ibu tiri. Tuhan maha
berkehendak, kalaupun aku tak pernah menginginkan hal itu terjadi. Namun apalah
dayaku, semakin aku menolak semakin sakit pula perasaanku. Terkadang aku
berfikir untuk apa aku menyalahkan keadaan jika kenyataannya memang seperti
ini, ku rasa berdamai dengan keadaan akan lebih baik. Tapi itu bukanlah hal
yang mudah tentunya.
Ku lalui hari-hariku seperti biasa,
tak terasa aku sudah kelas 12. Sebentar lagi aku akan tamat SMA dan melanjutkan
ke perguruan tinggi. Aku bermusyawarah dengan ayahku mengenai anganku yang
ingin melanjutkan studi di perguruan tinggi. Ayah tak mengizinkanku untuk
melanjutkan studi. Saat itu aku benar-benar tak sanggup dengan keputusan Ayah.
Seolah beliau sudah mematahkan harapanku. Aku meminta tolong pada kakakku untuk
membujuk ayah agar menyetujui keinginanku. Kakakku berusaha semaksimal mungkin
untuk membujuk rayu ayahku agar mengizinkanku untuk melanjutkan studi di
perguruan tinggi. Ayahku luluh dengan bujukan tersebut. Aku diizinkan untuk
melanjutkan ke dunia perkuliahan.
Masa SMA ku telah usai. Tentunya
sudah tidak bersama dengan ibuku tercinta. Undangan wisuda untuk wali murid
sudah diberikan. Aku meminta ayah untuk menghadiri acara wisudaku, namun
alih-alih mendapat persetujuan, undangan tersebut malah dilimpahkan pada
kakakku yang pertama untuk menghadiri. Tepat saat wisuda ayah benar-benar tak
hadir. Satu-satunya orang tua kandungku yang sangat aku harapkan kehadirannya
namun tak memeperdulikan hal tersebut. Aku seketika itu teringat pada ibu. Aku
berandai-andai, seandainya ibu masih hidup di dunia ini pasi beliaulah yang
akan menghadirinya. Hahaha….. tentu itu hanyalah pengandaian palsu, karena aku
juga menyadari jika ibu tak akan mungkin lagi kembali ke dunia ini. Justru
akulah yang dapat menyusulnya kesana.
Momen wisuda telah usai. Aku
melanjutkan studi di perguruan tinggi yang sesuai dengan permintaan keluargaku.
Aku awalnya tak terima, namun lambat laun aku berjanji pada diriku untuk lagi-lagi
berdamai dengan keadaan. “Baiklah, aku akan menerima kenyataan ini. Jika aku
memang ditakdirkan untuk disini pasti Tuhan telah menyiapkan sesuatu yang indah
setelahnya”, ujarku pada diriku sendiri. Hari-hariku berjalan dengan damai,
walau terkadang terdapat luka yang harus aku simpan rapat-rapat agar tak
seorangpun mengetahui. Namun, sekuat apapun diriku. Aku tak mampu menyimpan
luka itu sendiri. Minimal ada seseorang yang harus mendengarkan ceritaku,
setidaknya aku sedikit merasa lega dan melepas satu beban dalam hidupku.
Kisahku telah usai, pesanku “Tolong
hormati selagi masih ada, hargai selagi masih bersapa, sayangi dan cintai
selagi masih bernyawa, dan lakukan hal baik lain yang tak melukai hatinya.”Kalaupun
belum bisa membuatnya bahagia setidaknya jangan buat dia mengeluarkan air mata
hanya karena kita yang membuatnya terluka. Sebelum rasa sesal itu hadir dan
semuanya sia-sia karena sudah tak ada lagi yang dapat diperbaiki.
Aku Zakiya, gadis 19 tahun yang
sejak kecil sudah ditinggal oleh ibunya. Kini aku masih mencoba untuk
mengikhlaskannya, walau terkadang masih terbesit rasa tak terima dalam hati.
Aku harus mengikhlaskannya, semoga Ibu selalu bahagia di Surga-Nya. Semoga aku
selalu menjadi putri kebangaanmu Ibu. I Love You.